
Sangat sulit untuk meyakinkan masyarakat bahwa alat transportasi busway bisa menyelesaikan masalah kemacetan di jakarta, sudah sejak jaman sutiyoso hingga kini jokowi menjadi gubernur ibukota negara indonesia, masalah kemacetan selalu saja menjadi domain yang sangat sulit untuk diuraikan oleh birokrasi dan pihak-pihak lain yang peduli dengan kemacetan jakarta.
Berbagai cara sudah dilakukan, seperti penempatan portal penghalang yang niat semula agar tidak bisa di terobos oleh pengguna kendaraan lain, namun dalam prakteknya banyak sekali tekanan yang didapat oleh petugas penjaga portal jalur busway, mulai dari desakan halus hingga ancaman fisik berupa bentakan, pukulan dan dorongan. Belum lagi tekanan mental yang sering diperoleh dengan cacian dan umpatan dari pengendara motor yang tidak mau jalannya dihalangi poleh portal.

Jika kita sering melihat testimoni masyarakat, sering sekali mereka mengeluh tentang kemacetan jakarta. Namun mereka tidak menyadari kemacetan itu karena siapa ?

Bukankan biang kemacetan itu dimulai dari para pengendara motor yang tidak disiplin, sudah banyak yang menjadi korban dari pelanggaran jalur busway dan itu seharusnya membuat pemakai jalan menjadi lebih sadar dan segera menyudahi pelanggaran tersebut demi kepentingan bersama. Namun, hanya yang sudah mati yang bakal menyesal, karena mereka yang jadi korbanlah yang tahu berharganya arti hidup.

Hanya himbauan bukan sebuah keinginan, tentu sangat sulit untuk mendisiplinkan pemakai jalan. Aparat yang berwenang seharusnya lebih disiplin dalam menangani kemacetan. Karena nota bene pelanggar terbesar bukanlah warga DKI Jakarta, melainkan warga dari kota satelit seperti ; Bekasi, Tangerang, Bogor, Depok dan daerah lain di sekitar ibukota. Jika perlu bagi pelanggar disiplin lalu lintas di jakarta yang bukan dari warga Jakarta harus di denda 2 kali lebih besar dari denda yang diterima oleh warga Jakarta.

Dengan aturan seperti itu sangat adil dan memang membuat " tamu " lebih sopan dalam bertingkah laku di daerahnya orang. Bukan berjalan semaunya sendiri, datang pagi sore pulang. Namun mobilitas mereka yang membuat jakarta menanggung kerugian. Sistem ini sangat mudah diterapkan karena STNK kita memang menganut sistem pendaftaran kendaraan berdasarkan kabupaten asal pembelian.

Genderang perang terhadap pelanggar jalur busway dengan denda tinggi Rp 1 juta untuk pelanggar menggunakan kendaraan roda 4 atau lebih dan denda Rp 500 ribu untuk pelanggar yang menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 3. Itu merupakan shockterapi yang bagus, namun dalam prakteknya di lapangan akan membuka celah kongkalikong antara aparat keamanan dan pelanggar. Namun hal ini masih lebih baik dan merupakan program yang bagus. Karena mengurus polisi nakal klebih mudah daripada mengurus pelanggar jalur busway yang jumlahnya raturan setiap harinya.

Alangkah lebih baik jika denda pelanggaran diterapkan juga dengan sistem kendaran tamu dan kendaraan tuan rumah. Jika yang melanggar itu kendaraan dengan STNK tercatat bukan dari wilayah jakarta, maka dendanya menjadi 2 kali lipat dan jika kendaraan asli jakarta yang melanggar diterapkan denda yang sesuai dengan denda yang berlaku.

Negara yang besar bukanlah ditentukan dari kekuatan ekonomi, tapi dari seberapa tinggi kesadaran masyarakat akan disiplin dan kepatuhan akan peraturan tanpa harus diawasi oleh pengemban disiplin. Mari berubah dan terapkan disiplin di jalan raya, dimulai dari diri sendiri.

















